Soal Korupsi Jalan Mempawah, Novel Baswedan: Penggeledahan Bukan Protap, dan Tegaskan KPK Tak Pernah Sembarangan Hitung Kerugian Negara
Majalahmataborneonews.com, Jakarta-
Mantan penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan menegaskan, bahwa penggeledahan dalam proses penyidikan merupakan langkah penting untuk menemukan bukti, namun tidak bisa dipandang sebagai prosedur tetap (protap).
“Penggeledahan adalah salah satu cara untuk menemukan bukti. Dan tentu diperlukan dalam proses penyidikan. Biasanya keberhasilan penggeledahan bila dilakukan dengan segera dan tanpa diketahui sebelumnya, sehingga tentu penyidik berkepentingan untuk tidak memberikan informasi kepada siapapun yang tidak berhak tahu sebelum proses penggeledahan dilakukan,” ujar Novel, Sabtu (27/09/2025).
Dengan demikian, Novel mengaku ragu jika ada penyidik yang justru membocorkan rencana penggeledahan. Karena menurutnya, tindakan tersebut jelas menyalahi aturan etik.
“Saya tidak yakin bila ada penyidik yang justru menginformasikan rencana penggeledahan sebelum dilakukan. Bila itu benar, tentu perbuatan tersebut melanggar kode etik di KPK,” tegasnya.
Lebih lanjut soal penggunaan istilah “protap”, Novel kembali menegaskan, bahwa dalam konteks penggeledahan tidak tepat.
“Istilah protap itu barangkali yang dimaksud adalah prosedur tetap, seperti sesuatu yang harus dilakukan sebagai mekanisme rutin, sedangkan penggeledahan mestinya tidak demikian. Sehingga tidak tepat bila ada yang menganggap bahwa penggeledahan adalah protap, sekalipun dalam setiap proses penyidikan penggeledahan sering dilakukan,” jelasnya.
*Perhitungan Kerugian Negara*
Dalam kesempatannya, Novel juga menyinggung soal dugaan kerugian negara yang kerap menjadi polemik dalam sebuah kasus korupsi. Ia menegaskan, kalau perhitungan kerugian negara yang diumumkan KPK tidak sembarangan.
“KPK punya unit khusus yang memiliki kemampuan atau keahlian melakukan audit, sehingga dalam proses awal mereka biasa melakukan penghitungan. Dan pada proses penyelidikan biasanya sudah bekerja sama dengan auditor negara, baik dari BPK maupun BPKP. Dari situlah kemudian ditemukan angka dugaan kerugian keuangan negara,” ungkap Novel.
Menurutnya, dalam proses hukum, angka kerugian negara tersebut akan diuji kembali di pengadilan.
“Tentu dalam proses peradilan mekanisme pembuktian dilakukan dan pihak tersangka atau terdakwa bisa melakukan perlawanan dengan mengatakan sebaliknya, yang tentu dengan pembuktian pula di muka persidangan,” tambahnya.
Pada konteks Kalbar, polemik mengenai perhitungan negara juga terjadi. Dalam kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Sekabuk – Sei Sederam dan Jalan Sebukit Rama – Sei Sederam di Dinas PU Kabupaten Mempawah misalnya, saksi Ria Norsan menyatakan bahwa belum ada perhitungan negara. Sementara KPK telah mengumumkan ada, dan nilainya sekitar Rp 40 miliar.
Saat dikonfirmasi mengenai pernyataan KPK soal kerugian negara sebesar Rp 40 miliar, Novel menegaskan, bahwa hasil perhitungan itu pasti melalui proses panjang.
“Iya, ada dua tahap. Saat telaah sebelum naik proses penyelidikan dan pada saat penyelidikan yang akhirnya ditingkatkan pada proses penyidikan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Ria Norsan menegaskan bahwa dirinya sudah dua kali diperiksa KPK, masing-masing pada tahun 2018 dan 2025, dengan status sebagai saksi. Dari pemeriksaan itu, ia mengaku sempat diberitahu penyidik bahwa penggeledahan kemungkinan akan dilakukan di sejumlah lokasi sebagai tindak lanjut dari proses penyidikan.
“Kalau dulu waktu diperiksa ada dikasi tahu. Nanti Pak kalau sudah diperiksa, mungkin protap kami ada penggeledahan. Ada datang lah memeriksa ke rumah. Saya bilang silakan saja. Cuma ndak dikasih tahu waktunya. Kalau dikasih tahu waktunya, saya pun sudah siap-siap di rumah. Ndak turun-turun saya (ke kantor),” kata Norsan sambil tersenyum.
Ia juga menilai selama proses kasus ini dirinya diperlakukan dengan baik, termasuk ketika penggeledahan dilakukan. Menurutnya, para petugas KPK bersikap sangat sopan.
“Kalau saya sampaikan, dia kan masuk ke rumah sopan, sangat sopan sekali mereka. Mereka juga masuk minta foto (anasir yang diperlukan), minta izin. Buka-buka brankas itu juga, kita yang buka. Dia lihat brankas isinya. Dia tanya, ini duit untuk apa? Duit siapa? Kan di rumah ada dua brankas, ada brankas saya dan brankas ibu. Dibuka semua,” jelasnya.
Lebih jauh, Norsan kembali membantah keras kabar bahwa proyek peningkatan Jalan Sekabuk – Sei Sederam dan Jalan Sebukit Rama – Sei Sederam di Dinas PU Kabupaten Mempawah tahun 2015 telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp40 miliar. Ia bahkan menuding media massa melebih-lebihkan dan mengarang cerita tersebut untuk merusak citranya.
“Saya sampaikan, sampai hari ini kerugian negara tidak ada. Yang Rp40 miliar itu, itu media yang buat tuh,” tegasnya dalam jumpa pers di Pendopo Gubernur Kalbar, Jumat (26/09/2025).
Ia mengklaim, KPK tidak pernah menyebut angka kerugian, selain hanya mengumumkan jumlah tersangka. “Kerugian negara belum jelas dari BPK atau BPKP. Ndak ada. Rp40 miliar saya tidak tahu dari mana. Ndak ada. Rilis KPK tidak ada,” timpalnya.
Norsan juga menegaskan dirinya tidak terlibat, meski saat proyek itu bergulir ia menjabat sebagai Bupati Mempawah periode kedua (2014–2018). “Kalau rekening diblokir sudah lama, dari yang pertama dulu (2018), dan sudah dibuka kembali. Rekening BCA,” ujarnya.
Pernyataan Norsan tersebut dinilai janggal karena bertolak belakang dengan keterangan Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, pada 22 Mei 2025 lalu. Saat itu, Budi menyebut kerugian negara atas perkara ini diperkirakan mencapai sekitar Rp40 miliar. (Nop)
