Perjuangkan Nasib Guru dan Tenaga Pendidik, Komisi IV DPRD Sambas dan FTHP Audiensi di Mendikdasmen RI

Spread the love

Majalahmataborneonews.com, Jakarta-
Komisi IV DPRD kabupaten Sambas bersama Forum Tenaga Honorer Pendidikan kabupaten Sambas menyambangi kantor Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI di Jakarta dalam rangka melakukan audiensi memperjuangkan nasib guru dan tenaga pendidik yang ada di Kabupaten Sambas. pada Rabu 20 Agustus 2025 di Gedung E Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah RI.

Sekretaris Forum Tenaga Honorer Pendidikan Kabupaten Sambas Juniardi menyampaikan, dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, bahwa Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem Pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undangundang;
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Indonesia, mengamanatkan Pihak yang Terlibat dalam Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Sisdiknas menyebutkan 3 pihak dalam sistem pendidikan nasional, yaitu meliputi peserta didik, tenaga kependidikan, serta pendidik. Sesuai namanya, peserta didik adalah murid atau siswa yang akan menempuh pendidikan atau proses pembelajaran.

Sementara itu, kata dia, tenaga kependidikan merupakan pihak yang mengabdikan diri dan diangkat dengan tujuan menunjang penyelenggaraan pendidikan.

“Sedangkan pendidik merupakan tenaga kependidikan yang sudah berkualifikasi sebagai guru, dosen, tutor, instruktur, atau sejenisnya, yang berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,” jelas Juniardi saat hadir dalam audiensi tersebut.

Juniardi mengatakan, selain 3 pihak, komponen penting lainnya yang juga terlibat dalam sistem pendidikan nasional adalah satuan pendidikan. Yaitu kelompok yang menyelenggarakan layanan pendidikan pada jalur, jenjang, serta jenis tertentu.”Dalam Pasal 1 ayat (5) dan (6), Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan Pendidikan, dan Pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen, konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam menyelenggarakan pendidikan,” jelasnya.

Lanjutnya, kemudian dijelaskan kembali pada Pasal 39 ayat (1) dan (2) bahwa Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

“Pendidik merupakan tenaga profesional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan dan pelatihan, serta melakukan penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi,” jelas Juniardi.

Kemudian pada pasal selanjutnya dijelaskan Pendidik dan tenaga kependidikan berhak memperoleh, penghasilan dan jaminan kesejahteraan sosial yang pantas dan memadai, penghargaan sesuai dengan tugas dan prestasi kerja; pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas; perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas dan hak atas hasil kekayaan intelektual; dan kesempatan untuk menggunakan sarana, prasarana, dan fasilitas pendidikan untuk menunjang kelancaran pelaksanaan tugas.

“Undang-Undang ini juga mengamanatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi, serta Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib menjamin tersedianya dana guna terselenggaranya pendidikan bagi setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun” jelas Juniardi.

Juniardi juga menyampaikan soal Kegiatan Operasional Sekolah yaitu dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar disekolah dan kegiatan pendukung lainnya yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan, dijelaskan bahwa untuk menjamin hak akses pendidikan melalui satuan pendidikan diperlukan dukungan dana operasional satuan pendidikan yang dapat mewujudkan layanan pendidikan bermutu untuk semua.

“Dukungan dana operasional ini, yang selanjutnya disebut Dana BOSP adalah dana alokasi khusus nonfisik untuk mendukung biaya operasional nonpersonalia bagi Satuan Pendidikan yang besarannya dikalikan sesuai dengan jumlah peserta didik disetiap jenjang Pendidikan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, dalam penggunannya, komponen penggunaan Dana BOSP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan A meliputi Penerimaan Peserta Didik baru, Pengembangan perpustakaan, Pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan ekstrakurikuler, Pelaksanaan kegiatan asesmen dan evaluasi pembelajaran, Pelaksanaan administrasi kegiatan sekolah, Pengembangan profesi guru dan tenaga kependidikan, Pembiayaan langganan daya dan jasa, Pemeliharaan sarana dan prasarana sekolah, Penyediaan alat multimedia pembelajaran, Penyelenggaraan kegiatan peningkatan kompetensi keahlian, Penyelenggaraan kegiatan dalam mendukung keterserapan lulusan, dan/atau, Pembayaran honor.

Tak hanya itu, Juniardi juga bicara soal Rasionalisasi Kebijakan BOP PAUD Reguler, BOS Reguler, dan BOP

Kata dia, Kesetaraan Reguler, dijelaskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dasar Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan, salah satu item yang mengalami rasionalisasi adalah besaran maksimal Pembayaran honor, yang mana maksimal 20 persen untuk negeri dan 40 persen untuk swasta dari yang sebelumnya pembayaran honor maksimal 50 persen dari total anggaran dalam satu tahun.

“Pembayaran honor sebagaimana dimaksud merupakan pembayaran honor bulanan untuk Guru dan/atau Tenaga Kependidikan yang memenuhi persyaratan,” jelasnya.

Dia juga menambahkan, Rasionalisasi tersebut dijelaskan dan dilaksanakan dengan pertimbangan diantaranya adalah jumlah sekolah yang tidak mengalokasikan pembayaran honor untuk non ASN meningkat dan menurun, Mayoritas sekolah mengalami penurunan alokasi honor seiring dengan kebijakan integrasi honorer non-ASN ke ASN P3K, Lebih dari 800 ribu guru direkrut menjadi ASN P3K dalam periode waktu 2021- 2024 dan masih ada 77.201 yang masih dalam proses seleksi.

“Rasionalisasi kebijakan ini berdampak besar pada satuan pendidikan terutama pada tenaga NON ASN Guru dan Tenaga Kependidikan. Kebijakan ini dinilai tidak rasional dengan realita dan kondisi dunia pendidikan yang ada di Kabupaten Sambas,” ungkap Juniardi.

Berdasarkan data yang Dia himpun, di Kabupaten Sambas, alokasi untuk pembayaran honor untuk Non ASN memang mengalami penurunan, tetapi penuran ini tidak singnifikan dan tidak merata diseluruh sekolah di Kabupaten Sambas baik itu sekolah negeri dan swasta.

“Dari data yang kami himpun jika disimulasikan dengan anggaran honor sekolah negeri maksmimal 20 persen maka Guru dan Tenaga Kependidikan hanya menerima honor dari angka Rp.100.000 – Rp. 600.000 perbulan,” turur Juniardi.

Juniardi juga mengungkapkan, tentu hal tersebut sangat tidak rasional untuk dilaksanakan dan masih jauh jika mengacu pada UMK atau Keputusan Bupati Sambas Nomor 148/BKD/2024 Tentang Perubahan Atas Keputusan Bupati Sambas Nomor 526/BKD/2023 Tentang Standar Biaya Pemerintah Kabupaten Sambas Tahun Anggaran 2024.

Juniardi mengatakan, mekanisme pagu Dana BOSP terhadap pembayaran honorarium guru dan tenaga pendidik honorer juga dinilai kurang tepat untuk diberlakukan sama rata. Mengingat kondisi Kabupaten Sambas saat ini guru yang berstatus ASN mengalami penurunan drastis.

Hal ini kata dia, berdampak langsung pada besaran honorarium yang akan di terima oleh guru dan tenaga pendidik terumata untuk sekolah yang siswanya sedikit. Ketika guru ASN kurang maka akan di isi oleh guru honor, tentu semakin banyak kekurangna guru atau tendik ASN maka akan semakin banyak posisi yang diisi oleh guru dan tendik honorer yang otomatis honorarium yang diterima akan semakin sedikit, padahal beban kerja dan tanggung jawab terhadap pendidikan sama. Penurunan alokasi honor seiring dengan kebijakan integrasi honorer non-ASN ke ASN P3K dikabupaten Sambas juga tidak merata dan jauh dari kebutuhan.

“Formasi yang dibuka atau direkrut jauh dari kebutuhan guru di kabupaten Sambas. Dari data yang kami himpun, pada tahun 2023 sebanyak 309 guru pension, kemudian tahun 2024 265 guru pensiun, pada tahun 2025 terdapat 246 guru yang akan pension, dan pada tahun 2026 nanti sebanyak 218 guru akan pensiun,” jelasnya.

Selain itu, dari data yang dia himpun jumlah PNS aktif dibawah Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Sambas dari tingkat Kepala Dinas, Pengawas, Korwil, Guru sampai ke Penjaga sekolah diperkirakan 50 persen pada tahun ini sudah berusia sekitar 50 tahun keatas. Hal ini juga menunjukan bahwa integrasi honorer non ASN ke P3K berdasarkan yang diangkat dan kebutuhan menunjukan situasi yang tidak rasional.

Juniardi mengatakan, perekrutan ASN P3K yang telah dilaksanakan pada tahun 2024 juga masih jauh dari kebutuhan guru dan tenaga pendidik yang diperlukan di Kabupaten Sambas.

“Sampai saat ini juga P3K guru yang dinyatakan lulus belum dilantik, sedangkan setiap bulan ada guru yang pensiun,” ungkapnya.

Juniardi juga menyampaikan pendidikan profesi guru itu berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen disebutkan bahwa Guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

“Kualifikasi yang dimaksud adalah kewajiban guru memiliki kualifikasi akademik S1 atau D-IV. Sedangkan kompetensi adalah meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional yang diperoleh melalui Pendidikan Profesi Guru (PPG),” jelasnya.

Kata dia, seperti diketahui, bahwa Kemendikdasmen berkomitmen menuntaskan pemenuhan kualifikasi dan kompetensi ini secara bertahap melalui transformasi PPG.

Pada tahun 2024, Kemendikdasmen membuka kembali pendaftaran Seleksi Administrasi PPG bagi Guru Tertentu (Dalam Jabatan) bagi seluruh guru yang memenuhi syarat namun belum mendapat kesempatan mengikuti PPG bagi Guru Tertentu pada periode sebelumnya sebagai langkah penuntasan sertifikasi untuk kesejahteraan guru agar bisa lebih fokus pada pembelajaran murid dan mewujudkan guru yang profesional.

Setelah menyelesaikan Program Pendidikan Profesi Guru, peserta akan memperoleh sertifikat pendidik yang dikeluarkan oleh institusi, yang menyelenggarakan program tersebut. Sertifikat ini merupakan bukti bahwa mereka telah menyelesaikan pendidikan keguruan, yang diperlukan untuk menjadi guru.

“Sertifikat pendidik ini memiliki nilai legalitas dan diakui oleh pemerintah, sebagai kualifikasi resmi untuk mengajar di sekolah,” ungkap Juniardi

Sementara itu, kata dia, bagi guru yang menjalani proses sertifikasi, mereka akan memperoleh sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) atau Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP).

“Sertifikat ini menunjukkan bahwa guru tersebut telah memenuhi standar kompetensi, yang ditetapkan oleh pemerintah dan memiliki kualifikasi sebagai guru yang profesional,” jelas Juniardi.

Tak hanya itu, Juniardi juga mengungkapakan, untuk tenaga pendidik honorer (guru honorer) besaran tunjangan yang diterima perbulannya jika mengacu pada Salinan Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologinomor 10 Tahun 2024 Tentang Perubahan Atas Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 16 Tahun 2023 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Penyaluran Tunjangan Profesi Dan Tunjangan Khusus Guru Bukan Kan Aparatur Sipil Negara adalah sebesar Rp2.000.000 perbulan yang dibayarkan pertriwulan.

“Permasalahan yang muncul dari tunjangan ini adalah tidak ada keselarasan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan. Guru yang telah menerima tunjangan profesi tidak bisa menerima honor dari Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan. Dengan kata lain, Guru yang dapat diberikan honor sebagaimana dimaksud dapat dibayarkan honornya jika belum mendapatkan tunjangan profesi guru,” katanya.

Juniardi mengatakan, di satu sisi dengan kehadiran Pendidikan Profesi Guru sangat membantu dikarenakan adanya tunjangan yang diberikan oleh pemerintah.

Namun disisi lain, guru honorer tidak dapat menerima honor dari dana BOSP, atau dengan kata lain guru honorer tidak memiliki honor perbulan (seperti gaji pokok) dan hanya ada tunjangan.

“Tentu ini bukan hal yang rasional, ditambah lagi tunjangan yang diterima tidak pasti penyalurannya pertriwulan. Dari data yang kami himpun, guru honorer sejak menerima sertifikat pendidik baru disalurkan tunjangan rata-rata per 5 bulan,” katanya.

Selain itu, dalam juknis penggunaan dana BOSP sangat tidak relevan dengan peraturan keuangan yang berlaku, karena sangat tidak rasional jika dilarang dibayarkan sesuai dengan larangan pada juknis penggunaan Dana BOSP, padahal bentuk honor dan tunjangan profesi bukan bentuk gaji ganda atau rangkap jabatan.

Kata dia, Tenaga Pendidikan, Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan. Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan.

“Dijelaskan dalam Undang – Undang ini, Tenaga Kependidikan berhak untuk mendapatkan pembinaan karier sesuai dengan tuntutan pengembangan kualitas. Hal ini tentu selaras dengan persyaratan PPPK Teknis yaitu memiliki sertifikasi keahlian yang relevan dan masih berlaku, sesuai dengan kebutuhan jabatan. Kemudian, Undang-Undang ini juga mengamanatkan kepada pemerintah daerah untuk Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi satuan pendidikan dengan pendidik dan tenaga kependidikan yang diperlukan untuk menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu. Namun hingga saat ini belum ada program dari pemerintah seperti program pendidikan profesi guru untuk tenaga kependikan mendapatkan sertifkasi keahliannya atau tunjangan penghasilan seperti yang telah dilaksanakan pada guru,” ungkap Juniardi.

Padahal jelas dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional, Pendidik (guru) dan tenaga kependidikan memiliki hak yang sama dalam pengembagan profesinya.

“Begitu juga halnya dengan Bantuan Subsidi Upah, insentif ini sejak diluncurkan khususnya di Kabupaten Sambas, tidak pernah menyentuh tenaga pendidik. Sejak dimulainya rekrument PPPK di Kabupaten Sambas belum ada formasi khusus untuk tenaga kependidikan,” ungkap Juniardi.

Juniardi juga membandingkan, padahal di Kabupaten lain di Kalimantan Barat sudah ada yang merektur tenaga kependidikan PPPK.

Juniardi juga membicarakan soal dana BOSP dan Jaminam Ketenagakerjaan serta Jaminan Kesehatan.

Kata dia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 mengamanatkan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat.

“Jaminan ini kemudian juga diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang mana bentuk kepersertaan jaminan ini bersifat wajib bagi warga negara. Dalam Undang-Undang ini juga dijelaskan Pemberi Kerja secara bertahap wajib mendaftarkan dirinya dan Pekerjanya sebagai Peserta kepada BPJS sesuai dengan program Jaminan Sosial yang diikuti,” jelasnya.

Dia mengatakan, dalam hal ini, pada tenaga guru dan tendik honorer, tidak pernah terlaksana sesuai amanat undang-undang yang berlaku. Sehingga guru dan tendik honorer terancam tidak memiliki jaminan Kesehatan dan jaminan ketenagakerjaan.

“Dengan hadirnya Dana BOSP diharapkan dapat menjawab permasalahan jaminan sosial terharap guru dan tendik honorer, namun mekanisme penggangaran dengan menggunakan aplikasi RKAS tidak pernah ditemukan kode untuk pemabayaran jaminan sosial ini,” imbuh Juniardi.

Dia berharap, tekait mekanisme itu adalah:

1. Dengan mekanisme paruh terutama pada penggajiannya, berpotensi merugikan guru yang telah memiliki sertifikat pendidik. Dengan mekanisme penggajian yang disesuaikan dengan kemampuan daerah atau minimal sama dengan jumlah honor yang diterima sebelumnya dikuatirkan akan menjadi acuan penarikan data untuk menjadi standar besaran penyaluran tunjangan sertifikasi guru. Misal sebelum paruh Waktu guru honorer menerima tunjangan sertifikasi sebesar 2 juta perbulan, kemudian setelah paruh Waktu anggaplah pemda menganggarkan 1,7 juta perbulan, maka di kuatirkan angka 1,7 menjadi acuan pemberian tunjangan sertifikasi guru,dan hal ini akan merugikan guru yang telah mendapatkan tunjangan sertifikasi. Maka dengan ini kami berharap ketika gaji paruh waktu lebih kecil dari tunjangan sertifikasi,maka gaji paruh waktu tersebut tidak menjadi acuan dalam penarikan data untuk penentuan besaran tunjangan sertifikasi guru honorer.

2. Penurunan alokasi honor seiring dengan kebijakan integrasi honorer non-ASN ke ASN P3K seperti yang dijelaskan dalam rasionalisasi, bukan hanya disebabkan oleh integrasi non ASN ke P3K, namun hal ini juga disebabkan oleh tenaga guru yang pensiun dan kekurangan tenaga pengajar.
Integrasi honorer non-ASN ke ASN P3K hingga saat ini belum ada titik terangnya, sehingga jika memang diberlakukan secara merata dikuatirkan akan menghambat proses belajar mengajar disatuan pendidikan.

3. Rekrutmen guru PPPK di Kabupaten Sambas masih jauh dari cukup, hal ini dikarenakan jumlah yang direkrut tidak sesuai dengan jumlah yang diperlukan.

4. Perlu kajian yang lebih mandalam terhadap Peraturan Menteri Pendidikan Dasar Dan Menengah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2025 Tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan, Terhadap Guru yang telah menerima tunjangan profesi tidak bisa menerima honor dari Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan, sesuai dengan yang tertuang di Permendikbud No 8 Tahun 2025 Pasal 39 Ayat (2), Hal ini sangat tidak rasional dan tidak selaras dengan peraturan keuangan yang berlaku. Dengan kata lain tenaga guru honorer yang telah telah mendapat tunjangan profesi guru tidak memiliki gaji pokok.

5. Hingga saat ini belum ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang honorer, baik itu dari segi kejelasan perlindungan hukum maupun hak – hak serta kesejanteraannya. Tenaga honorer juga dinilai tidak bisa tunduk pada Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2003 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang, karena jenis pekerjaan yang dilakukan oleh tenaga honorer adalah jenis pekerjaan yang dilakukan oleh ASN .

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara juga tidak berpihak banyak kepada Tenaga Honorer karena tidak ada pasal khusus yang mengatur secara rinci tentang honorer. Maka dengan ini diharapkan ada Undang-Undang khusus yang mengatur tentang honorer, karena tenaga honorer secara tidak langsung sangat berkaitan dengan pemerintahan.

6. Kami mendesak agar ada pembahasan dan langkah nyata terhadap jaminan sosial tenaga honor guru dan tenaga pendidik.

7. Dengan terus bertambahnya guru pensiun dan kurangnya ketersedian guru di Kabupaten Sambas, kehadiran UU Nomor 20 Tahun 2023 dan Surat Edaran larangan untuk mengangkat tenaga honorer baru menjadi penghambat untuk penerimaan kembali tenaga honorer guru yang diperlukan. Undang-udang ASN dan Surat Edaran yang diterbitkan berpotensi menyebabkan adanya kekosongan guru pada rombel/mapel yang akan berdampak langsung pada proses dan hasil Pendidikan.

8. Kaji lebih mendalam dan buka serta usulkan formasi Tenaga Kependidikan pada rekrutmen PPPK yang akan dilaksanakan. Mengingat dalam dunia pendidikan bukan hanya sekedar proses belajar mengajar, tetapi ada proses lain yang harus dilakukan agar proses belajar mengajar dapat terlaksana, baik itu pemrosesan data, administrasi, valiadasi, peserta didik, dan proses penunjang lainnya yang dilakukan oleh tenaga kependidikan.

9. Dengan dibebankanya PPPK baik paruh waktu atau penuh waktu pada daerah tentu ini akan memperburuk keadaan, dengan ini kami mendorong agar tenaga PPPK baik paruh waktu dan penuh waktu di ambil alih oleh pusat atau Kemendidasmen secara menyeluruh.

10. Kami mendesak agar BSU juga disalurkan untuk tenaga pendidik, mengingat selama ini belum pernah mendapatkan bantuan dari pemerintah.

11. Kami mendesak agar tenaga pendidik juga mendapatkan pendidikan profesi sesuai dengan yang diamanatkan oleh undang-undang Sistem Pendidikan Nasional, dengan harapan dapat meningkatkan kinerja dan kesejahteraan tenaga pendidik.

Juniardi mengungkapkan, ongkos keberangkatannya ke Jakarta untuk melakukan audiensi tersebut merupakan dari bersumber dari dana bantuan teman-teman Forum Tenaga Honorer Pendidikan Kabupaten Sambas.

“Saya mengucapkan terima kasih dari teman-teman Forum Tenaga Honorer Pendidikan Kabupaten Sambas yang memberikan bantuan dana atas keberangkatan ke Jakarta ini untuk memperjuangkan nasib guru dan tenaga pendidik di Kabupaten Sambas,” tuturnya.

Juniardi bersyukur atas kedatangannya melakukan audiensi bersama Komisi VI DPRD Sambas di Mendikdasmen RI disambut baik. (Nop)

 

News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Contact Us