Alat Bukti Tidak Sesuai, Kasus Pencurian Miko Dipaksakan
Majalahmataborneonews.com, Pontianak – Fransiskus, SH Kuasa Hukum Direktur PT Bintang Putra Perkasa menganggap bahwa 3 (tiga) alat bukti dari Polda Kalimantan Barat tidak satupun yang mengarah pada kliennya Reikaprin Putra, menurutnya, alat bukti tersebut tidak memenuhi syarat formal dan materil dan saling bersesuaian, bahkan Frans menyebut kasus tindak pidana pencurian minyak kotor di Pabrik Sawit PT Kiara Sawit Abadi Gelatik Mill Kabupaten Sintang terkesan dipaksakan, Selasa (10/13/2024).
Pernyataan tersebut disampaikan Fransiskus kemarin siang selepas sidang perkara praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Pontianak atas penetapan status tersangka kliennya oleh Direktur Kriminal Umum Polda Kalbar atas kasus dugaan pencurian 500 ton minyak kotor (Miko) milik PT Kiara Sawit Abadi Gelatik Mill.
Berdasarkan fakta dalam persidangan Praperadilan itu, Alat bukti yang dijadikan dasar oleh pihak Polda Kalbar sehingga menetapkan Reikaprin Putra menjadi tersangka adalah berupa Keterangan Saksi, Alat Bukti Surat dan Keterangan Ahli dibidang Kimia.
“Yang menjadi syarat ditetapkannya tersangka memang minimal terdapat 2 (dua) alat bukti, namun 3 alat bukti Penyidik Polda Kalimantan Barat sama sekali tidak mengarah perbuatan tindak pidana pencurian yang disangkakan kepada klien kami,” tegas Fransiskus.
Menurut Frans, sapaan akrab Fransiskus, SH, terdapat banyak sekali keanehan dari penetapan tersangka terhadap Kliennya, diantaranya Alat Bukti berupa keterangan saksi-saksi dan Alat Bukti berupa surat yaitu surat DO (delivery order), Surat timbangan dan Surat Perjanjian Jual Beli, padahal lanjut Frans, bahwa seluruh saksi telah bersama-sama menyaksikan kliennya Reikaprin Putra adalah jelas sebagai pembeli yang melakukan pembelian minyak kotor berdasarkan surat-surat tersebut.
“Faktanya, Klien kami sudah membayar dimuka (dp) sebesar Rp200 Juta kepada Kepala Desa Empunak Tapang Keladan untuk pembelian minyak kotor berdasarkan Surat Perjanjian Jual Beli dan Surat DO, masak pencuri bayar pakai dasar DO dan perjanjian jual beli,” kata frans.
Proses pembayaran dan pengambilan minyak kotor di Desa Empunak Tapang Keladan terjadi pada tanggal 1 Agustus 2024 dan disaksikan langsung oleh perwakilan dari Polsek Senaning, Koramil, pihak kecamatan serta security pabrik dan manajemen pabrik PT Kiara Sawit Abadi Gelatik Mill. Fakta tersebut ditunjukkan dari foto-foto yang memang terlihat jelas unsur-unsur yang hadir di acara tersebut.
Surat Perjanjian Jual Beli dan DO yang dijadikan alat bukti oleh Penyidik Polda Kalbar adalah dokumen yang berisi Perjanjian Jual Beli antara Tersangka Reikaprin Putra selaku Direktur PT Bintang Putra Perkasa dengan Pemerintah Desa Empunak Tapang Keladan, atas dasar perjanjian tersebut maka DO atau perintah untuk menyerahkan barang yang dipesan oleh pembeli dikeluarkan oleh Kepala Desa selaku Pemerintah Desa Empunak Tapang Keladan.
“Alat bukti surat berupa surat DO sudah jelas tidak mengarah bahwa klien kami dapat disangkakan sebagai Pencuri. Faktanya DO telah dikeluarkan atas nama Pemerintah Desa, jadi, sebab DO itu lah maka terjadi pengambilan Minyak Kotor di Desa Empunak Tapang Keladan dilakukan secara resmi. Kalau klien kami mencuri, mengapa Pemerintah dalam hal ini PEMDES tidak tangkap saja klien kami di saat pengambilan minyak kotor tersebut,” jelas Frans.
Terkait Alat Bukti Saksi Ahli kimia, Frans juga merasa aneh, dia mengatakan bahwa dalam jawaban (Duplik) dari Kuasa Hukum Polda Kalimantan Barat disebutkan ada alat bukti berupa saksi ahli untuk mentersangkakan Kliennya yaitu saksi ahli dibidang Kimia dari Untan Pontianak. Menurutnya bukti ini sama sekali tidak menyentuh substansi dari perbuatan tindak pidana atau tidak memiliki korelasi apapun yang bisa mengakibatkan Kliennya menjadi Tersangka.
“Saksi ahli yang dijadikan Alat Bukti untuk mentersangkakan Klien kami adalah ahli dibidang Kimia, Sangkut pautnya apa Saksi Ahli dibidang Kimia dengan perbuatan tindak pidana sehingga klien kami dijadikan tersangka?,” ucap Frans.
Menurut Frans, Saksi ahli dibidang Kimia bisa saja dipakai oleh Penyidik, namun hanya sebatas penjelasan rinci terhadap objek yang menjadi barang bukti pencurian dan bukan sebagai dasar Alat Bukti yang mengarahkan bahwa Klien kami melakukan Tindak Pidana Pencurian. Menurutnya itu adalah hal yang sangat tidak sesuai.
“Minyak Kotor sebanyak 10 Truk tanki malah tidak dijadikan alat bukti oleh Penyidik Polda Kalbar, trus Saksi Ahli dibidang Kimia ini untuk apa kita tidak mengerti,” kata dia.
Menurut Frans, seharusnya objek pencurian berupa truk yang memuat Minyak Kotor dimasukkan penyidik menjadi alat bukti terlebih dahulu, baru saksi ahli kimia menjelaskan isi dari objek yang katanya dicuri itu.
Berdasarkan informasi yang diterima Majalahmataborneonews.com bahwa sejak saat berita ini ditayangkan, objek barang berupa 10 Truk Tanki yang memuat minyak kotor memang telah disita oleh Polda Kalimantan Barat, namun hanya 8 Tanki saja yang dapat dilihat pada areal Polda Kalbar, sementara 2 truk Tanki yang masing-masing memuat 15 ton minyak kotor tidak kelihatan di areal Polda Kalbar tersebut.
Kemana AH?
Dalam fakta persidangan disebutkan, bahwa dalam Replik Pemohon ada peran AH dalam pembelian Minyak Kotor di Desa Empunak Tapang Keladan, disebutkan bahwa AH berperan sebagai pemberi modal kerja kepada Reikaprin Putra. Modal kerja tersebut berupa uang sebesar Rp200 juta, truk Tanki serta peralatan untuk penyedotan Minyak Kotor di kolam penampungan.
Menurut Reikaprin Putra, bahwa saat pengambilan Minyak Kotor tersebut dirinya tidak berada di areal kolam penampungan minyak kotor, dia menjelaskan, bahwa yang mengambil minyak kotor tersebut langsung dari pihak AH. Sementara dia hanya membayarkan uang yang sudah dikirimkan AH kepadanya untuk disetorkan langsung ke pihak Desa.
‘Saya heran, kenapa AH sampai sekarang belum pernah diperiksa sebagai saksi, trus anehnya lagi dia malah hilang tak pernah hubungi saya dalam sebulan ini,” kata Reikaprin Putra.
Dalam hal ini, Reikaprin mempertanyakan mengapa di dalam Duplik Polda Kalimantan Barat tidak menyinggung AH sema sekali, padahal pada Replik pemohon (penggugat) Praperadilan sudah menyebut ada AH dalam pembelian minyak kotor tersebut.