Nelayan Tangkap Pencuri Ikan Perlu Diberi Reward
Majalahmataborneonews.com, Pontianak – Warga dan nelayan yang menangkap pelaku pencurian ikan yang menggunakan cantrang diamond di wilayah perairan Pulau Datok harusnya diberi reward oleh pemerintah, bukannya malah ditangkap lalu dipenjarakan.
Hal tersebut dinyatakan oleh Syafarahman, tokoh masyarakat Desa Sungai Rengas Kabupaten Kubu Raya terkait dua buah kapal yang tertangkap tangan oleh nelayan Kalbar di perairan Pulau Datuk Mempawah.
“Ada kejanggalan dengan penegakan hukum, Mengapa Nelayan yang disalahkan, mereka sudah membantu penegak hukum, mestinya mereka diberi reward oleh pemerintah.” kata Syafarahman, Tokoh warga Sungai Rengas Kabupaten Kubu Raya kepada wartawan, Sabtu (7/9/2024).
Syafarahman tahu persis peristiwa penangkapan kapal oleh warga dan nelayan di perairan Pulau Datok serta penangkapan 2 kapal lainnya di perairan Karimata Kalimantan Barat, dia merasa ada keanehan, mengapa hanya satu kapal yang diproses hingga ke pengadilan. “Kami mempertanyakan proses hukum untuk 3 kapal lainnya, dan kami akan melaporkan pihak-pihak yang sudah merugikan lingkungan nelayan kami,” ucapnya.
Satu kapal yang diproses adalah KM AJB I dengan terpidana Tamsuri selaku nakhoda KM AJB I. Tamsuri divonis bersalah melakukan tindak pidana perikanan dan dijatuhi penjara 5 bulan sebagaimana putusan Pengadilan Negeri Pontianak Nomor 2/Pid.Sus-PRK/2023/PNPTK tertanggal 6 September 2023.
KM AJB I ditangkap atas peran serta para nelayan bersama KM Wahana Nilam IV pada 21 Juni 2023. Kapal dari Pati Jawa Tengah itu sebelumnya telah mendapat peringatan dari Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kalbar, karena beroperasi menggunakan cantrang diamond di wilayah perairan nelayan tradisional. Sedangkan izinnya beroperasi di area 30 mill dari bibir pantai.
Selain AJB I dan Wahana Nilam IV, dua kapal lainnya yang ditangkap para nelayan Kalbar adalah KM Sumber Makmur GT 82 dan KM Eka Setia 04. “Dua kapal itu kami kejar hingga perairan Karimata Kalimantan Barat, berhasil ditangkap pada 27 Agustus 2023 dan kami serahkan ke Polairud Kalbar, ” kata Syafarahman.
Syafarahman yang juga Ketua Umum LSM Lumbung Informasi Masyarakat ini mempertanyakan mengapa hanya satu kapal yang diproses hukum dan 3 kapal lagi tidak jelas prosesnya. Padahal kapal-kapal itu masuk ke wilayah perairan Kalbar.
Yang mengherankan lagi, lanjutnya, tiga kapal milik nelayan Kalbar masih ditahan oleh pihak Kejari Mempawah, padahal hakim PT sudah menyatakan bebaskan terhadap 4 nelayan, sementara kapal pelaku pencurian sudah dikembalikan.
“Ada apa dengan semua ini. Kapal yang menggunakan Cantrang Diamond divonis penjara hanya 5 bulan, tetapi perizinan dan kapalnya tidak pernah disita dan dirampas. Bahkan kapalnya lebih duluan bebas dibanding orangnya. Sementara kapal nelayan masih ditahan sampai saat ini.
Syafarahman mengungkapkan seharusnya aparat hukum lebih memiliki hati nurani. “Kasihan pengusaha dan ABK nelayan Kalbar yang tidak bisa mencari nafkah. Tidak bisakah aparat penegak hukum berpikir jernih,” kata Syafarahman.
Ia mengatakan KM AJB 1 dan Wahana Nilam IV bukan dibakar, namun terbakar. “Kami kita tidak pernah tahu apa yang sebenarnya terjadi. Yang jelas, empat orang rekan kami menghadapi tuntutan hukum dan bersyukur telah vonis bebas oleh PT Pontianak,” ujar Syafarahman.
Menurutnya, keempat orang itu yakni Roni (33), Iwan (33), Rio Aristan (40), dan Muslimin (41) yang menyelamtkan dan mengevakuasi dua nakhoda dan pluhan ABK dari KM AJB I dan Wahana Nilam IV.
Barang Bukti
Di tempat terpisah, Jekson Herianto Sinaga, Penasehat Hukum empat orang nelayan Kalbar yang baru saja vonis bebas di PT Pontianak, menguraikan upaya pengembalian barang bukti kapal milik nelayan.
Pada 10 Juni 2024, Jekson memohon pengembalian tiga barang bukti kepada pihak Kejari Mempawah. Barang bukti itu digunakan empat kliennya meliputi KM Rajawali Laut 6, KM Kencana Enam, dan KM Character.
Namun pihak Kejari Mempawah tidak mengabulkannya, dengan alasan perkara tersebut belum memiliki kekuatan hukum tetap. Jaksa Penuntut Umum (JPU) hanya mengutip pendapat ahli hukum saja. Jawaban itu secara tertulis pada tanggal 25 Juni 2024, ditujukan kepada Penasehat Hukum empat nelayan.
Terhadap hal itu, Jekson mengatakan barang bukti harus dikembalikan sesuai amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi Pontianak, walaupun ada upaya hukum kasasi dari JPU. “Tidak ada alasan apapun untuk tidak melaksanakan amar putusan itu,” ujar Jekson.
Dari sisi kemanusiaannya, kata Jekson, barang bukti itu merupakan alat bagi para pekerja, dalam hal ini nelayan, untuk mencari nafkah. “Sampai sekarang, klien kami masih belum bisa melaut untuk menafkahi keluarganya dan masih bertahan hidup alakadarnya,” kata Jekson. (Richard)