Dua Puluh Tahun Kabupaten Landak, Sekedar Catatan
19 tahun lalu, tepatnya tanggal 14-15 Maret 2000, Penulis bersama Guru Besar Politik Universitas Tanjungpura Prof. Dr. AB. Tandililing, MA, bersama sejumlah tokoh masyarakat Landak , politisi dan akademisi , beberapa diantaranya telah almarhum (Drs. Ikot Rinding, Rahmad Sahudin, B.Sc). Selanjutnya ada Daniel Edward Tangkau, SH, Drs. Yus Suhardi, Dr. Silvester Ansel Urip, SE, M.Sc, Drs. Cornelis,MH , Drs. Agus Salim , sebagai pembicara dan narasumber lokakarya “Persiapan Menuju Kabupaten Landak Ke Depan Dalam Perspektif Otonomi Daerah” yang digagas dan diprakarsai oleh LSM YSBK serta Forum Komunikasi Masyarakat kabupaten Landak (FMKL). Intisari dari kegiatan tersebut tentunya mempersiapkan sebaik mungkin dari berbagai aspek menjadikan Landak kabupaten definitiv yang tentunya juga Bupati definitiv sesegera mungkin. Pada akhirnya hasil dari kegiatan tersebut dibawa oleh para tokoh-tokoh masyarakat Landak ke Kementerian Dalam Negeri di Ibu Kota Negara, peran penulis bersama teman aktivis lainnya hanya memfasilitasi kegiatan dan mendorong keberangkatan para tokoh yang mewakili ke Depagri. Singkat cerita Kabupaten Landak pun secara resmi definitive dengan Bupati yang terpilih oleh para anggota DPRD yaitu Drs. Cornelis. Memang pada masa itu Pemilihan Kepala Daerah belum secara langsung dipilih oleh rakyat, tetapi melalui dewan perwakilan rakyat (DPRD).
Waktu memang cepat berlalu, tak terasa Dua Dasawarsa kabupaten Landak telah berdiri sebagai kabupaten dan dikenal sebagai KOTA INTAN. Dan kepala daerahnya pun telah pula berganti-ganti mengikuti dinamika peta perpolitikan yang ada. Dua puluh tahun adalah rentang waktu yang cukup untuk melihat dan menelaah perubahan pada masyarakat suatu daerah atau wilayah. Dua puluh tahun adalah 4 kali Repelita, 4 kali pesta pesta demokrasi pemilu pilkada dan pemilu legislative. Jika dikaitkan dengan studi perubahan sosial, sebagaimana yang dikatakan Piotr Sztompka (2004:48),” waktu tak hanya merupakan dimensi universal tetapi menjadi inti dan menentukan”.
Melihat kabupaten Landak berarti juga melihat bagian perjalanan reformasi bangsa ini, terbentuk di era reformasi yang melahirkan produk UU otonomi daerah tahun 1999 setelah gejolak reformasi di tahun 1998 yang melengserkan rezim ORBA. Ini berarti semangat pembentukkan kabupaten Landak adalah semangat reformasi, semangat suatu perubahan manakala rezim ORBA yang berkuasa membangun pemerintahan yang sentralistik, Jawa sentries dan melupakan daerah yang berujung menjadi tertinggal. Semangat UU Otonomi daerah adalah upaya penyeimbangan, kesetaraan dan pembagian kue pembangunan yang adil dan proporsional yang tujuan akhirnya adalah pada kesejahteraan masyarakat. Pastinya pembentukkan kabupaten Landak pada masa itu, memang didasarkan pada kebutuhan akan pelayanan bagi masyarakat karena luas wilayah kabupaten Pontianak (Kini menjadi Mempawah), selain bertepatan dengan momen politik tentunya.
Kini setelah 20 tahun berjalan, tentunya patutlah untuk dilihat implementasi dari semangat otonomi daerah yang diperjuangkan pada masa reformasi terdahulu, yaitu kesejahteraan masyarakat dan pemerataannya, plus semakin gampangnya masyarakat memperoleh pelayanan diberbagai bidang. Berbicara kesejahteraan berarti kita juga harus berbicara pemerataan, karena akan percuma jika pertumbuhan ekonomi tinggi tetapi persentase kepincangan antara si kaya dan si miskin begitu lebar. Ada banyak indikator untuk mengukur tingkat kesejahteraan mulai dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB). Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indeks kebahagian serta lainnya . Angka statistik dapat berbicara banyak mengenai berbagai indikator yang merujuk pada kemampuan daerah untuk mensejahterahkan masyarakatnya. Tetapi yang lebih terpenting adalah realitas di masyarakat itu sendiri, karena kuantitas (angka statistik) terkadang tak sama dengan realitas yang dirasakan masyarakat (Kualitas). Untuk itu kemampuan mendengar, memahami serta memberikan solusi yang cepat haruslah dimiliki oleh sang Leader, dalam hal ini adalah Bupati. Apalagi bupati dipilih secara langsung oleh warganya “One man one vote”, tentunya secara emosional terjalin kedekatan dengan warga pemilih.
Di era otonomi daerah dimana Leader dipilih secara langsung oleh rakyat, jelas memiliki nilai lebih yang kuat, lebih power full karena legitimasi langsung oleh masyarakatnya. Karena itu aktor utama untuk agen perubahan di daerah kabupaten adalah Sang Bupati. Selain memiliki legitimasi dari masyarakat pemilih yang dominan, Ia juga didukung oleh partai koalisi yang pastinya juga kuat di parlemen. Karena itu kemampuan manajerial dari sang Bupati sebagai aktor utama agen perubahan mutlak dikuasai untuk menggerakkan sumber daya lainnya.
Dua puluh tahun kabupaten Landak adalah refleksi dan evaluasi, sebagai dasar untuk menjadikan kabupaten Landak lebih baik, maju dan mampu mensejahterahkan masyarakatnya. “Selamat Hari Jadi Kabupaten Landak Ke-20”. (L. Sahat Tinambunan)